Nuansa..
Malam
ini aku melihat bulan menertawaiku, aku menengadah pada bintang, dan ia juga
sedang mencibirku.. Aku masih setia berbisik pada semilir angin, tentang
gemuruh dalam hatiku, tentang degupan
jantungku yang tak memandang aturan, tentang kerisauanku pada satu sosok yang kunamai “nuansa”.. dan entah mengapa
kini aku tak merasakan kesejukan yang biasa dihadiahkan angin, untuk mengusap
peluhku. aku tak merasakan ketenangan yang ia selalu berikan setiap aku
menetestan air mata, aku tak merasakan apapun sebagai tanda bahwa ia turut
merasakan apa yang aku rasakan.. tentang cinta, tentang kasih, tentang
Nuansaku..
Lalu
butiran airmata kembali menampakkan dirinya, turun menapaki wajah yang seiring
waktu semakin muram. Diikuti isakan dari pita suaraku yang membuat dadaku
sesak. Aku menangis, untuk keseribuenamratus kalinya karena nuansa. Aku
menangisi rasa yang tak pernah bisa kutepis. Aku menangisi rasa yang tak pernah
mau mau mengalah dengan akal sehatku.
Pikiranku
terbang
bersama angin ke beberapa hari yang lalu, Hari itu,Tepat ketika jarum
panjang dan pendek sepakat berhenti di angka dua. Saat dimana aku
merasakan, ketidakbersamaan sudah menapak dalam jalinan yang sempat
dihias karpet kasih. Aku tahu waktu ia sedang melipat tangan
dan memanjatkan doa-doa pada Sang Khalik. Aku tahu sekarang ia sedang
menapaki
satu babak baru untuk memulai apa yang menurutnya benar. Ah Nuansa..
Dan di saat yang sama, hatiku berbicara jua pada Sang Pemilik semesta. Berbicara tentang segala kebaikan yang kuminta agar Ia hadiahkan untuk Nuansa, berbicara tentang berkat dan masa depan yg akan Ia hadirkan untuk Nuansa, berbicara bahwa apa yang kurasakan pada Nuansa, berbicara tentang segalanya,..
Dan saat aku membuka kedua kelopak mata di sendunya wajahku. Ku dengar lapangan pun sedang menertawaiku, ia tak sendiri, ia bersama bulan, kilauan bintang itu, angin, ahhhhh
Apa? Mereka mau apa
lagi dariku?
Aku hanya hawa, pantaskah aku mengucap rindu pada adamku, “nuansa”. Pantaskah aku menyuarakan sukacita karena nuansa yang semakin dewasa?..
Aku menangis sampai dadaku sesak, baru mereka berhenti tertawa.. lalu memelukku dalam keheningan.. aku bisa merasakan rasa bersalah mereka. .
Dan kudengar mereka berbisik, “maaf kami tertawa karena untuk mengungkap kerinduanmu pun,kau tak berani". Sebenarnya cinta yang kau agungkan hanya akan membuatmu bermuram dalam kepahitan. Tentang cinta, tentang Nuansaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar